Tugas Ilmu Sosial Dasar
(Softskill)
Manusia Sebagai Makhluk Budaya
1. Manusia
Sebagai Makhluk Budaya
1. Pengertian
Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari
kata (Sansekerta), (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk
yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat
diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah
kelompok (genus) atau seorang individu. Surat At-Tin menjelaskan tentang
manusia sebagai berikut :
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
"ssungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya"
Dalam ayat ini Allah menegaskan
bahwa Dia telah menjadikan manusia makhluk ciptaan-Nya yang paling baik;
badannya lurus ke atas, cantik parasnya, mengambil dengan tangan apa yang
dikehendakinya; bukan seperti kebanyakan binatang yang mengambil benda yang
dikehendakinya dengan perantaraan mulut. Kepada manusia diberikan-Nya akal dan
dipersiapkan untuk menerima bermacam-macam ilmu pengetahuan dan kepandaian;
sehingga dapat berkreasi (berdaya cipta) dan sanggup menguasai alam dan binatang.
Dalam hubungannya dengan lingkungan,
manusia merupakan suatu organisme hidup (living organism). Terbentuknya
pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat
dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal
(genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan.
Tatkala seorang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi
sehingga ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu
tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense)
untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup.
Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu
bersumber dari lingkungan.
2. Pengertian
Budaya
Kata budaya merupakan bentuk majemuk
kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya kata budaya
hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang berasal dari Bahasa
Sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi
atau akal. Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan
kata culturur. Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam
bahasa Latin dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan,
menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini
berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia
untuk mengolah dan mengubah alam.
Definisi budaya dalam pandangan ahli
antropologi sangat berbeda dengan pandangan ahli berbagai ilmu sosial lain.
Ahli-ahli antropologi merumuskan definisi budaya sebagai berikut:
a. E.B. Taylor: 1871 berpendapat
bahwa budaya adalah: Suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan
kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
b. Linton: 1940, mengartikan budaya
dengan: Keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan
kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.
c. Kluckhohn dan Kelly: 1945
berpendapat bahwa budaya adalah: Semua rancangan hidup yang tercipta secara
historis, baik yang eksplisit maupun implisit, rasional, irasional, yang ada
pada suatu waktu, sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku manusia.
d. Koentjaraningrat: 1979 yang
mengartikan budaya dengan: Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar.
Berdasarkan definisi para ahli
tersebut dapat dinyatakan bahwa unsur belajar merupakan hal terpenting dalam
tindakan manusia yang berkebudayaan. Dimana budaya lahir melalui proses belajar
yang merupakan kegiatan inti dalam dunia pendidikan.Selain itu terdapat tiga
wujud kebudayaan yaitu :
1. Wujud pikiran, gagasan, ide-ide,
norma-norma, peraturan,dan sebagainya. Wujud pertama dari kebudayaan ini
bersifat abstrak, berada dalam pikiran masing-masing anggota masyarakat di
tempat kebudayaan itu hidup.
2. Aktifitas kelakuan berpola manusia
dalam masyarakat. Sistem sosial terdiri atas aktifitas-aktifitas manusia yang
saling berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain setiap
saat dan selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat kelakuan. Sistem
sosial ini bersifat nyata atau konkret.
3. Wujud fisik, merupakan seluruh total
hasil fisik dari aktifitas perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat.
2. Mengapa Manusia disebut sebagai
makhluk budaya
Manusia
adalah mahluk berbudaya. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain
adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan
kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu
yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan
kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia
berbudaya.
Berbudaya
merupakan kelebihan manusia dibanding mahluk lain. Manusia adalah makhluk yang
paling sempurna bila dibanding dengan makhluk lainnya, mempunyai kewajiban dan
tanggung jawab untuk mengelola bumi.Oleh karena itu manusia harus menguasai
segala sesuatu yang berhubungan dengan kepemimpinannya di muka bumi disamping
tanggung jawab dan etika moral harus dimiliki, menciptakan nilai kebaikan,
kebenaran, keadilan dan tanggung jawab agar bermakna bagi kemanusiaan. Selain
itu manusia juga harus mendayagunakan akal budi untuk menciptakan kebahagiaan
bagi semua makhluk Tuhan.
Dengan
berbudaya, manusia dapat memenuhi kebutuhan dan menjawab tantangan hidupnya.
Kebudayaan merupakan perangkat yang ampuh dalam sejarah kehidupan manusia yang
dapat berkembang dan dikembangkan melalui sikap-sikap budaya yang mampu
mendukungnya. Banyak pengertian tentang budaya atau kebudayaan. Kroeber dan
Kluckholn (1952) menginventarisasi lebih dari 160 definisi tentang kebudayaan,
namun pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang bersifat prinsip.
Berbeda
dengan binatang, tingkah laku manusia sangat fleksibel. Hal ini terjadi karena
kemampuan dari manusia untuk belajar dan beradaptasi dengan apa yang telah
dipelajarinya. Sebagai makhluk berbudaya, manusia mendayagunakan akal budinya
untuk menciptakan kebahagiaan, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat demi
kesempurnaan hidupnya.
Kebudayaan
mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Manusia
berbeda dengan binatang, bukan saja dalam banyaknya kebutuhan, namun juga dalam
cara memenuhi kebutuhan tersebut. Kebudayaanlah yang memberikan garis pemisah
antara manusia dan binatang .
Kemampuan
untuk belajar dimungkinkan oleh berkembangnya inteligensi dan cara berfikir
simbolik. Terlebih lagi manusia mempunyai budi yang merupakan pola kejiwaan
yang di dalamnya terkandung dorongan-dorongan hidup yang dasar, insting,
perasaan, dengan pikiran, kemauan dan hubungan yang bermakna dengan alam
sekitarnya dengan jalan memberi penilaian terhadap obyek dan kejadian. Hakikat
kodrat manusia itu adalah :
- sebagai individu yang berdiri sendiri (memiliki cipta, rasa, dan karsa).
- sebagai makhluk sosial yang terikat kepada lingkungannya (lingkungan sosial, ekonomi, politik, budaya dan alam), dan
- sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Perbuatan-perbuatan baik manusia haruslah sejalan dan sesuai dengan hakikat kodratinya.
Manusia
dipandang mulia atau terhina tidak berdasarkan aspek fisiologisnya. Aspek fisik
bukanlah tolak ukur bagi derajat kemanusiaannya.
Hakikat
kodrati manusia tersebut mencerminkan kelebihannya dibanding mahluk lain.
Manusia adalah makhluk berpikir yang bijaksana (homo sapiens), manusia sebagai
pembuat alat karena sadar keterbatasan inderanya sehingga memerlukan instrumen
(homo faber), manusia mampu berbicara (homo languens), manusia dapat bermasyarakat
(homo socious) dan berbudaya (homo humanis), manusia mampu mengadakan usaha
(homo economicus), serta manusia berkepercayaan dan beragama (homo religious),
sedangkan hewan memiliki daya pikir terbatas dan benda mati cenderung tidak
memliki perilaku dan tunduk pada hukum alam.
Manusia juga
harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal dalam
suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu
pengetahuan yang berlandaskan ketuhanan. Pendidikan sebagai hasil kebudayaan
haruslah dipandang sebagai
Kebudayaan
yang diciptakan dan dimiliki oleh manusia mencerminkan pribadi manusia sebagai
mahluk ciptaan yang paling sempurna diantara yang lainnya. Kebudayaan yang
terus berkembang di kehidupan bermasyarakat dapat menjadi suatu tolak ukur
dalam melihat betapa berbudayanya masyarakat di dalam suatu Negara.
Dengan
demikian dapat kita katakan bahwa kualitas manusia pada suatu negara akan
menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan
yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah
hasil dari pendidikan suatu bangsa.
1. Nilai-Nilai Kebudayaan
Nilai-nilai
budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu
masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu
kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik
tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan
tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.
a. Etika
Istilah etika berasal dari bahasa
Yunani kuno, yaitu ‘ethos’
yang berarti adat kebiasaan atau akhlak yang baik. Etika adalah ilmu tentang
kebiasaan perilaku yang baik . Kebudayaan merupakan induk dari berbagai macam
pranata yang dimiliki manusia dalam hidup bermasyarakat. Etika merupakan bagian
dari kompleksitas unsur-unsur kebudayaan. Ukuran etis dan tidak etis merupakan
bagian dari unsur-unsur kebudayaan. Manusia membutuhkan kebudayaan, yang
didalamnya terdapat unsur etika, untuk bisa menjaga kelangsungan hidup. Manusia
yang berbudaya adalah manusia yang menjaga tata aturan hidup.
b. Estetika
Estetika adalah ilmu yang menelaah
dan membahas aspek-aspek keindahan sesuatu, yaitu mengenai rasa, sifat, norma,
cara menanggapi, dan cara membandingkannya dengan menggunakan penilaian
perasaan. Istilah Estetika dipopulerkan oleh
Alexander Gottlieb Baumgarten (1714)
c. Moral
Moral adalah
kebiasaan berbuat baik. Orang dikatakan bermoral apabila dapat mewujudkan
kodratnya untuk berbuat baik, jujur, dan adil dalam tindakannya. Sebagai bangsa
yang majemuk, Indonesia memiliki dua macam sistem budaya yang sama-sama harus
dipelihara dan dikembangkan, yakni sistem budaya nasional dan sistem budaya
etnik lokal. Sistem budaya nasional adalah sesuatu yang relatif baru dan sedang
berada dalam proses pembentukannya. Sistem ini berlaku secara umum untuk
seluruh bangsa Indonesia, tetapi sekaligus berada di luar ikatan budaya etnik
lokal.
Nilai-nilai
tersebut menjadi bercitra Indonesia karena dipadu dengan nilai-nilai lain dari
nilai-nilai budaya lama yang terdapat dalam berbagai sistem budaya etnik lokal
seperti dalam bahasa, seni, tata masyarakat, dan teknologi, yang kemudian
ditampilkan dalam perikehidupan lintas budaya. Kearifan-kearifan lokal pada
dasarnya dapat dipandang sebagai landasan bagi pernbentukan jatidiri bangsa
secara nasional. Kearifan-kearifan lokal itulah yang membuat suatu budaya
bangsa memiliki akar.
1. Budi dan daya secara etimologi dan
tiga wujud kebudayaan
Kebudayaan
berasal dari kata Sansekerta Culture, merupakan istilah bahasa asing
yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata latin. Budaya adalah
suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.Budayaterbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Menurut J.J. Hoenigman, wujud
kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
1. Gagasan (Wujud ide)
Wujud ideal kebudayaan adalah
kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang
sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud
kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat.
2. Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan
sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini
sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari
aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul
dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang
berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan
dapat diamati dan didokumentasikan.
3. Artefak (karya)
Artefak
adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling
konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan
bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari
wujud kebudayaan yang lain. Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki
beberapa elemen atau komponen, menurut ahli antropologi Cateora, yaitu;
1. Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada
semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan
material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian
arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan
material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang,
stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
2. Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah
ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya
berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
3. Lembaga social
Lembaga social dan pendidikan
memberikan peran yang banyak dalam kontek berhubungan dan berkomunikasi di alam
masyarakat. Sistem social yang terbantuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar
dan konsep yang berlaku pada tatanan social masyarakat. Contoh Di Indonesia
pada kota dan desa dibeberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi
apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan. Tetapi di kota
4. Sistem kepercayaan
Bagaimana masyarakat mengembangkan
dan membangun system kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan
mempengaruhi system penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini
akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan kehidupan,
cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi.
5. Estetika
Berhubungan dengan seni dan
kesenian, music, cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari
6. Bahasa
Bahasa merupakan
alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap walayah, bagian dan
Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam ilmu komunikasi bahasa
merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sidat unik
dan komplek, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebu.
2. Lima hirarki teori kebutuhan hidup
menurut Abraham Maslow
Maslow
menyusun teori motivasi manusia, dimana variasi kebutuhan manusia dipandang
tersusun dalam bentuk hirarki atau berjenjang. Setiap jenjang kebutuhan dapat
dipenuhi hanya jenjang sebelumnya telah (relatif) terpuaskan (tabel.1)
menyajikan secara ringkas empat jenjang basic need atau deviciency
need, dan satu jenjang metaneeds atau growth needs. Jenjang
motivasi bersifat mengikat, maksudnya ; kebutuhan pada tingkat yang lebih
rendah harus relatif terpuaskan sebelum orang menyadari atau dimotivasi oleh
kebutuhan yang jenjangnya lebih tinggi. Jadi kebutuhan fisiologis harus
terpuaskan lebih dahulu sebelum muncul kebutuhan rasa aman. Sesudah kebutuhan
fisiologis harus terpuaskan lebih dahulu sebelum muncul kebutuhan rasa aman.
Sesudah kebutuhan fisiologis dan rasa aman terpuaskan, baru muncul kebutuhan
kasih sayang, begitu seterusnya sampai kebutuhan dasar terpuaskan baru akan
muncul kebutuhan meta.
Tabel 1 : Jenjang Kebutuhan
Pemisahan
kebutuhan tidak berarti masing-masing bekerja secara eksklusif, tetapi
kebutuhan bekerja tumpang tindih sehingga orang dalam satu ketika dimotivasi
oleh dua kebutuhan atau lebih. Tidak ada dua orang yang basic need-nya
terpuaskan 100%. Maslow memperkirakan rata-rata orang terpuaskan sebagai
berikut :
Tabel 2 : prosentasi pemuasan kebutuhan
Dalam
mencapai kepuasan kebutuhan, seseorang harus berjenjang, tidak perduli seberapa
tinggi jenjang yang sudah dilewati, kalau jenjang dibawah mengalami
ketidakpuasan atau tingkat kepuasannya masih sangat kecil, dia akan kembali ke
jenjang yang tak terpuaskan itu sampai memperoleh tingkat kepuasan yang
dikehendaki.
1. Kebutuhan Dasar 1 : Kebutuhan
Fisiologis
Umumnya kebutuhan fisiologis
bersifat neostatik (usaha menjaga keseimbangan unsur-unsur fisik) seperti
makan, minum, gula, garam, protein, serta kebutuhan istirahat dan seks.
Kebutuhan fisiologis ini sangat kuat, dalam keadaan absolut (kelaparan dan
kehausan) semua kebutuhan lain ditinggalkan dan orang mencurahkan semua
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan ini.
2. Kebutuhan Dasar 2 : Kebutuhan
Keamanan (Safety)
Sesudah kebutuhan keamanan
terpuaskan secukupnya, muncul kebutuhan keamanan, stabilitas, proteksi,
struktur hukum, keteraturan, batas, kebebasan dari rasa takut dan cemas.
Kebutuhan fisiologis dan keamanan pada dasarnya adalah kebutuhan mempertahankan
kehidupan. Kebutuhan fisiologis adalah pertahanan hidup jangka pendek, sedang keamanan
adalah pertahanan hidup jangka panjang.
3. Kebutuhan Dasar 3 : Kebutuhan
Dimiliki dan Cinta (Belonging dan Love)
Sesudah kebutuhan fisiologis dari
keamanan relatif terpuaskan, kebutuhan dimiliki atau menjadi bagian dari
kelompok sosial dan cinta menjadi tujuan yang dominan. Orang sangat peka dengan
kesendirian, pengasingan, ditolak lingkungan, dan kehilangan sahabat atau
kehilangan cinta. Kebutuhan dimiliki ini terus penting sepanjang hidup. Ada dua
jenis cinta (dewasa) yakni Deficiency atau D-Love dan Being atau
B-love. Kebutuhan cinta karena kekurangan, itulah DLove; orang yang mencintai
sesuatu yang tidak dimilikinya, seperti harga diri, seks, atau seseorang yang
membuat dirinya menjadi tidak sendirian. Misalnya : hubungan pacaran, hidup
bersama atau perkawinan yang membuat orang terpuaskan kenyamanan dan
keamanannya. D-love adalah cinta yang mementingkan diri sendiri, yang
memperoleh daripada memberi. B-Love didasarkan pada penilaian mengenai orang
lain apa adanya, tanpa keinginan mengubah atau memanfaatkan orang itu. Cinta
yang tidak berniat memiliki, tidak mempengaruhi, dan terutama bertujuan memberi
orang lain gambaran positif, penerimaan diri dan perasaan dicintai, yang
membuka kesempatan orang itu untuk berkembang.
4. Kebutuhan Dasar 4 : Kebutuhan Harga
Diri (Self Esteem)
Ketika
kebutuhan dimiliki dan mencintai sudah relatif terpuaskan, kekuatan motivasinya
melemah, diganti motivasi harga diri. Ada dua jenis harga diri :
1. Menghargai diri sendiri (self
respect) : kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, prestasi,
kepercayaan diri, kemandirian, dan kebebasan.
2. Mendapat penghargaan dari orang lain
(respect from other) : kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain,
status, ketenaran, dominasi, menjadi orang penting, kehormatan, diterima dan
apresiasi. Orang membutuhkan pengetahuan bahwa dirinya dikenal dengan baik dan
dinilai dengan baik oleh orang lain.
5. Kebutuhan Dasar Meta : Kebutuhan
Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh
kepuasan dengan dirinya sendiri (Self fullfilment), untuk menyadari
semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia dapat melakukannya, dan
untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi potensinya. Manusia
yang dapat mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh,
memperoleh kepuasan dari kebutuhan yang orang lain bahkan tidak menyadari ada
kebutuhan semacam itu. Menurut Maslow, meta kebutuhan untuk mengaktualisasikan
diri terdiri dari: Kebenaran, Kebaikan, Keindahan atau kecantikan, Keseluruhan
(kesatuan), Dikotomi-transedensi, Berkehidupan (berproses, berubah tetapi tetap
pada esensinya), Keunikan, Kesempurnaan, Keniscayaan, Penyelesaian, Keadilan,
Keteraturan, Kesederhanaan, Kekayaan (banyak variasi, majemuk, tidak ada yang
tersembunyi, semua sama penting), Tanpa susah payah (santai, tidak tegang),
Bermain (fun, rekreasi, humor), Mencukupi diri sendiri. Jika berbagai
meta kebutuhan tidak terpenuhi maka akan terjadi meta patologi seperti:
Apatisme, Kebosanan, Putus asa, Tidak punya rasa humor lagi, Keterasingan, Mementingkan
diri sendiri, Kehilangan selera dan sebagainya.
3. Akal dan budaya menurut pedoman
agama islam
Akal adalah
suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk membedakan yang
salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat
tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan, formal maupun informal, dari manusia pemiliknya.
Jadi, akal bisa didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia
yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis, menilai apakah
sesuai benar atau salah.
Namun,
karena kemampuan manusia dalam menyerap pengalaman dan pendidikan tidak sama.
Maka tidak ada kemampuan akal antar manusia yang betul-betul sama.
Akal berasal
dari bahasa Arab 'aql yang secara bahasa
berarti pengikatan dan pemahaman terhadap sesuatu. Pengertian lain dai akal
adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu), kemampuan melihat cara memahami
lingkungan, atau merupakan kata lain dari pikiran dan ingatan. Dengan akal,
dapat melihat diri sendiri dalam hubungannya dengan lingkungan sekeliling, juga dapat mengembangkan konsepsi-konsepsi mengenai watak
dan keadaan diri kita sendiri, serta melakukan tindakan berjaga-jaga terhadap
rasa ketidakpastian yang esensial hidup ini.
Akal juga
bisa berarti jalan atau cara melakukan sesuatu, daya upaya, dan ikhtiar. Akal juga mempunyai konotasi
negatif sebagai alat untuk melakukan tipu daya, muslihat, kecerdikan,
kelicikan. Akal fikiran tidak hanya digunakan untuk sekedar makan, tidur, dan
berkembang biak, tetapi akal juga mengajukan beberapa pertanyaan dasar tentang
asal-usul, alam dan masa yang akan datang. Kemampuan berfikir mengantarkan pada
suatu kesadaran tentang betapa tidak kekal dan betapa tidak pastinya kehidupan ini. Freud membagi manusia menjadi tiga
wilayah pokok, antara lain:
1. id,
yang mempersamakan id dengan instink atau naluri
2. ego,
yang merupakan akal fikiran
3. super ego, yakni adat kebiasaan sosial dan kaidah moral
Budaya di
dalam Kamus Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa: kegiatan dan penciptaan batin (
akal budi ) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat Untuk
memudahkan pembahasan, Ernst Cassirer membaginya menjadi lima aspek : 1.
Kehidupan Spritual 2. Bahasa dan Kesustraan 3. Kesenian 4. Sejarah 5. Ilmu
Pengetahuan. Hubungan Islam dan Budaya Sebagian ahli kebudayaan memandang bahwa
kecenderungan untuk berbudaya merupakan dinamik ilahi. Bahkan menurut Hegel,
keseluruhan karya sadar insani yang berupa ilmu, tata hukum, tatanegara,
kesenian, dan filsafat tak lain daripada proses realisasidiri dari roh ilahi.
Sebaliknya sebagian ahli, seperti Pater Jan Bakker, dalam bukunya n salah satu
unsur kebudayaan.
Untuk
melihat manusia dan kebudayaannya, Islam tidaklah memandangnya dari satu sisi
saja. Islam memandang bahwa manusia mempunyai dua unsur penting, yaitu unsur
tanah dan unsur ruh yang ditiupkan Allah kedalam tubuhnya. Ini sangat terlihat
jelas di dalam firman Allah Qs As Sajdah 7-9 : rnakan dan meniupkan ke dalam
tubuh-nya roh ( ciptaan)-Nya
Kesimpulan
Manusia adalah mahluk berbudaya. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.
Budayaadalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari
generasi ke generasi.Budayaterbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk
sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan,
dan karya seni.
Sumber :
Soerjono
Soekanto : Sosiologi Suatu Pengantar, cetakan ke IV, Yayasan Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta, 1970.
Prof. Dr.
Koentjaraningrat : Pengantar Ilmu Antropologi, edisi revisi 2009,
Penerbit Reka Cipta, Jakarta.
T.0. Ihromi
: Antropologi Budaya, edisi terbaru, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
2006,
0 comments:
Post a Comment