Minggu Ke-2 Tugas softskill Hukum Industri.
Landasan Teori
Mengenai
perbedaan antara UU 19/2002 dengan UU Hak Cipta Baru, dapat dilihat
dalam Penjelasan Umum UU Hak Cipta Baru yang mengatakan bahwa secara
garis besar, UU Hak Cipta Baru mengatur tentang:
1. Perlindungan hak cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang;
2. Perlindungan
yang lebih baik terhadap hak ekonomi para pencipta dan/atau pemilik hak
terkait, termasuk membatasi pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual
putus (sold flat);
3. Penyelesaian
sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase, atau
pengadilan, serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana;
4. Pengelola
tempat perdagangan bertanggung jawab atas tempat penjualan dan/atau
pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di pusat tempat perbelanjaan
yang dikelolanya;
5. Hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek jaminan fidusia;
6. Menteri
diberi kewenangan untuk menghapus ciptaan yang sudah dicatatkan,
apabila ciptaan tersebut melanggar norma agama, norma susila, ketertiban
umum, pertahanan dan keamanan negara, serta ketentuan peraturan
perundang-undangan;
7. Pencipta,
pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggota Lembaga
Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan atau royalti;
8. Pencipta
dan/atau pemilik hak terkait mendapat imbalan royalti untuk ciptaan
atau produk hak terkait yang dibuat dalam hubungan dinas dan digunakan
secara komersial;
9. Lembaga
Manajemen Kolektif yang berfungsi menghimpun dan mengelola hak ekonomi
pencipta dan pemilik hak terkait wajib mengajukan permohonan izin
operasional kepada Menteri;
10.Penggunaan hak cipta dan hak terkait dalam sarana multimedia untuk merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Sebagai
benda bergerak, baik dalam UU 19/2002 dan UU Hak Cipta Baru diatur
mengenai cara mengalihkan hak cipta. Akan tetapi dalam Pasal 16 ayat (1) UU Hak Cipta Baru ditambahkan bahwa hak cipta dapat dialihkan dengan wakaf.
Masih
terkait dengan hak cipta sebagai benda bergerak, dalam UU 19/2002 tidak
diatur mengenai hak cipta sebagai jaminan. Akan tetapi, dalam Pasal 16 ayat (3) UU Hak Cipta Baru dikatakan bahwa hak cipta adalah benda bergerak tidak berwujud yang dapat dijaminkan dengan jaminan fidusia.
Mengenai jangka waktu perlindungan hak cipta yang lebih panjang, dalam Pasal 29 ayat (1) UU 19/2002
disebutkan bahwa jangka waktu perlindungan hak cipta adalah selama
hidup pencipta dan berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta
meninggal dunia, sedangkan dalam UU Hak Cipta Baru, masa berlaku hak cipta dibagi menjadi 2 (dua) yaitu masa berlaku hak moral dan hak ekonomi.
Hak
moral pencipta untuk (i) tetap mencantumkan atau tidak mencatumkan
namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum;
(ii) menggunakan nama aliasnya atau samarannya; (iii) mempertahankan
haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi
ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau
reputasinya, berlaku tanpa batas waktu (Pasal 57 ayat (1) UU Hak Cipta Baru).
Sedangkan hak moral untuk (i) mengubah ciptaannya sesuai dengan
kepatutan dalam masyarakat; dan (ii) mengubah judul dan anak judul
ciptaan, berlaku selama berlangsungnya jangka waktu hak cipta atas
ciptaan yang bersangkutan (Pasal 57 ayat (2) UU Hak Cipta Baru).
Kemudian
untuk hak ekonomi atas ciptaan, perlindungan hak cipta berlaku selama
hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 tahun setelah pencipta
meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya (Pasal 58 ayat (1) UU Hak Cipta Baru).
Sedangkan jika hak cipta tersebut dimiliki oleh badan hukum, maka
berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.
Perlindungan sebagaimana diatur dalam Pasal 58 tersebut hanya berlaku bagi ciptaan berupa:
a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;
b. ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lain;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
g. karya arsitektur;
h. peta; dan
i. karya seni batik atau seni motif lain.
Akan tetapi, bagi ciptaan berupa:
a. karya fotografi;
b. potret;
c. karya sinematografi;
d. permainan video;
e. program komputer;
f. perwajahan karya tulis;
g. terjemahan,
tafsiran, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,
modifikasi, dan karya lain dari hasil transformasi;
h. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
i. kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer atau media lainnya; dab
j. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;
berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman. (Pasal 59 ayat (1) UU Hak Cipta Baru)
Kemudian
untuk ciptaan berupa karya seni terapan, perlindungan hak cipta berlaku
selama 25 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman (Pasal 59 ayat (2) UU Hak Cipta Baru).
UU Hak Cipta Baru ini juga melindungi pencipta dalam hal terjadi jual putus (sold flat).
Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau
musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus
dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, hak ciptanya beralih kembali
kepada pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25
tahun (Pasal 18 UU Hak Cipta Baru). Hal tersebut juga berlaku
bagi karya pelaku pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan
dan/atau dijual hak ekonominya, hak ekonomi tersebut beralih kembali
kepada pelaku pertunjukan setelah jangka waktu 25 tahun (Pasal 30 UU Hak Cipta Baru).
Hal lain yang menarik dari UU Hak Cipta Baru ini adalah adanya larangan bagi pengelola tempat perdagangan
untuk membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil
pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang
dikelolanya (Pasal 10 UU Hak Cipta Baru). Dalam Pasal 114 UU Hak Cipta Baru
diatur mengenai pidana bagi tempat perbelanjaan yang melanggar
ketentuan tersebut, yaitu pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Selain
itu, dalam UU Hak Cipta Baru juga ada yang namanya Lembaga Manajemen
Kolektif. Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk
badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta,
dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk
menghimpun dan mendistribusikan royalti (Pasal 1 angka 22 UU Hak Cipta Baru).
Contoh Kasus Hak Kekayaan Intelektual
Dikutip dari Republikadotcom
"Mal Jual DVD Bajakan akan Digeledah
"REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG - Tak bisa dipungkiri, banyaknya mall
yang menjual VCD, DVD, dan Blueray bajakan semakin merajalela. Bahkan di
setiap mal Jakarta dan sekitarnya hampir tidak ada yang tidak menjual
kaset bajakan. Hak cipta yang dibajak berupa film, video game, dan
software.
"Untuk memberantasnya, saat ini kami sedang menggalakkan tindakan represif," ujar Ahmad Mujahid Ramli, Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual kepada media, Rabu (25/4), saat konferensi pers usai pemusnahan barang bukti pembajakan hak cipta di halaman kantor HKI, Tangerang.
Ramli mengatakan, untuk menangani permasalahan pembajakan hak cipta yang tak pernah ada hentinya, HKI akan melakukan penggerebekan terhadap mal atau plaza yang kedapatan menjual barang bajakan. Sweeping akan dilakukan Dirjen HKI dengan bantuan Polri.
Penggerebekan akan dilakukan bagi mal yang tidak mencantumkan pemberitahuan atau mendeklarasikan sebagai mal yang bebas pelanggaran hak cipta. Mal atau plaza yang kedapatan menjual barang bajakan akan ditindak tegas Direjn HKI sesuai dengan hukum yang berlaku.
Untuk mengatasi permasalahan pembajakan VCD, DVD, dan Blueray di mal, Ramli mengimbau kepada masyarakat untuk sadar akan pelanggaran tersebut. Masyarakat harus membangun kesadaran masing-masing untuk menghormati sebuah karya dan hak cipta.
Data dari Dirjen HKI menyatakan, terhitung dari Maret 2011 sampai dengan April 2012 sudah terjadi sekitar 40 kasus pelanggaran hak cipta dan pemalsuan. Kasus tersebut di antaranya, 4 kasus pelanggaran hak cipta, 27 kasus pemalsuan merek, 7 kasus desain industri, dan 2 kasus bidang hak paten. Dari seluruh penggerebekan, petugas berhasil menyita 64.954 keping VCD, DVD, dan Blueray bajakan.
Sweeping petugas HKI bersama Polri berhasil menggerebek mal besar di Jakarta, yakni Mal Ratu Plaza di Jakarta Pusat dan Mal Ambasador di Jakarta Selatan. Kedua mal tersebut kedapatan menjual pemalsuan software komputer yang melanggar hak cipta.
Pantauan Republika, Rabu (25/4), sejumlah mal terkemuka di wilayah Tangerang, beberapa di antaranya masih terlihat menjual VCD, DVD, dan Blueray bajakan. Penjualan barang bajakan tersebut secara terang-terangan, tidak tersembunyi. Seolah-olah barang ilegal tersebut terkesan legal dan bebas diperjual belikan.
Toko-toko yang menjual kaset bajakan tersebut lebih dari 10 di tiap mal-nya. Mereka menjual VCD MP3, DVD film, games dan software, dan menyediakan Blueray film dalam kualitas bagus. Harga VCD dan DVD bajakan dijual seharga 7 ribu per keping, dan Blueray 15 ribu per keping."
"Untuk memberantasnya, saat ini kami sedang menggalakkan tindakan represif," ujar Ahmad Mujahid Ramli, Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual kepada media, Rabu (25/4), saat konferensi pers usai pemusnahan barang bukti pembajakan hak cipta di halaman kantor HKI, Tangerang.
Ramli mengatakan, untuk menangani permasalahan pembajakan hak cipta yang tak pernah ada hentinya, HKI akan melakukan penggerebekan terhadap mal atau plaza yang kedapatan menjual barang bajakan. Sweeping akan dilakukan Dirjen HKI dengan bantuan Polri.
Penggerebekan akan dilakukan bagi mal yang tidak mencantumkan pemberitahuan atau mendeklarasikan sebagai mal yang bebas pelanggaran hak cipta. Mal atau plaza yang kedapatan menjual barang bajakan akan ditindak tegas Direjn HKI sesuai dengan hukum yang berlaku.
Untuk mengatasi permasalahan pembajakan VCD, DVD, dan Blueray di mal, Ramli mengimbau kepada masyarakat untuk sadar akan pelanggaran tersebut. Masyarakat harus membangun kesadaran masing-masing untuk menghormati sebuah karya dan hak cipta.
Data dari Dirjen HKI menyatakan, terhitung dari Maret 2011 sampai dengan April 2012 sudah terjadi sekitar 40 kasus pelanggaran hak cipta dan pemalsuan. Kasus tersebut di antaranya, 4 kasus pelanggaran hak cipta, 27 kasus pemalsuan merek, 7 kasus desain industri, dan 2 kasus bidang hak paten. Dari seluruh penggerebekan, petugas berhasil menyita 64.954 keping VCD, DVD, dan Blueray bajakan.
Sweeping petugas HKI bersama Polri berhasil menggerebek mal besar di Jakarta, yakni Mal Ratu Plaza di Jakarta Pusat dan Mal Ambasador di Jakarta Selatan. Kedua mal tersebut kedapatan menjual pemalsuan software komputer yang melanggar hak cipta.
Pantauan Republika, Rabu (25/4), sejumlah mal terkemuka di wilayah Tangerang, beberapa di antaranya masih terlihat menjual VCD, DVD, dan Blueray bajakan. Penjualan barang bajakan tersebut secara terang-terangan, tidak tersembunyi. Seolah-olah barang ilegal tersebut terkesan legal dan bebas diperjual belikan.
Toko-toko yang menjual kaset bajakan tersebut lebih dari 10 di tiap mal-nya. Mereka menjual VCD MP3, DVD film, games dan software, dan menyediakan Blueray film dalam kualitas bagus. Harga VCD dan DVD bajakan dijual seharga 7 ribu per keping, dan Blueray 15 ribu per keping."
Analisis Kasus
Pelanggaran hak cipta yang ada di Indonesia sudah jadi budaya indonesia bukan hal baru lagi untuk diperbincangkan tapi hal baru untuk diperbaiki. pelanggaran hak kekayaan intelektual yang ada di indonesi bukan satuan lagi tapi beraneka ragam seperti hak cipta, hak ekonomi, Hak merek, Hak paten, hak desain industri dan hak yang lainnya.
Satu kasus pelanggaran yang hampir mencakup semua adalah DVD VCD MP3 bajakan seperti film, lagu, software, games dan lain-lain. permasalahan yang ada di indonesia ini memang sudah menjadi budaya yang mengakar yang sulit untuk diberantas dan dibenahi. karena, masyarakat yang menjadi konsumen pun sudah jadi kebiasaan untuk membeli yang bajakan dengan iming-iming harga yang miring dan sangat murah ini tapi hampir sama kualitasnya. UU yang menjadi pedoman untuk mencegah itu terjadi masih terlalu lemah dan kurangya aksi pasti untuk menegakkan hukum itu sendiri. akhirnya yang terjadi dari kelengahan itu banyak yang mencari kesempatan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan menyalahgunakannya.
beberapa akhir tahun ini pemerintah mulai mengkaji kembali tentang UU hak kekayaan intelektual untuk di revisi. Pengkajian UU ini untuk membereskan pembajakan yang terjadi di setiap lokasi seperti mall dan toko di pinggir jalan. penelahaan UU ini hanya khusus untuk merubah beberapa pasal dari undang-undang saat ini, merubah setiap hukum sedikit demi sedikit seperti cara yang diterapkan presiden jokowi. Salah satu RUU yang sedang di telaah yaitu hak cipta yang kemudian dilanjutkan dengan hak merek. Penggalakan kaset bajakan ini di mulai sudah dari tahun lalu yang kemudian mulai di beri himbauan atau sosialisasi bahwa akan ada penggeledahan dari mall ke mall jika ada kaset bajakan di perjual-belikan. Penggerebekan
akan dilakukan bagi mal yang tidak mencantumkan pemberitahuan atau
mendeklarasikan sebagai mal yang bebas pelanggaran hak cipta. Mal atau
plaza yang kedapatan menjual barang bajakan akan ditindak tegas Direjn
HKI sesuai dengan hukum yang berlaku. RUU dan UU tentang hak kekayaan intelektual ini sedang di benahi secara mendalam oleh pemerintah agar menaikan derajat bangsa di mata dunia sehingga pasar bebas bisa percaya dan industri kreatif bisa lebih membangun negara.
Kesimpulan
Kasus tentang pelanggaran hak kekayaan intelektual yang sudah lama menjamur bertahun-tahun ini bisa dibenahi dengan cepat dan pemerintah dapat menegaskan UU tentang HKI agar masyarakat bisa lebih memahami. Sosialisasi dari pemerintah pun perlu dilakukan agar masyarakat ataupun penjual nakal lebih mengetahui apa itu HKI dan kerugiannya jika bajakan terus berkeliaran dengan bebas. Masyarakat pun harus sadar bahwa membeli bajakan sama saja dengan menghancurkan bangsa perlahan demi perlahan karena jika membeli bajakan sama saja dengan tidak mendukung negara untuk maju bersaing dengan negara maju lainnya. Masyarakat perlu di bina untuk tidak membeli barang bajakan sehingga penjual pun tidak mau lagi menjual barang bajakan.
sumber
http://humas.dgip.go.id/penelahaan-kembali-uu-merek-no-15-tahun-2001/
http://humas.dgip.go.id/category/merek/
www.hukumonline.com/klinik/detail/lt54192d63ee29a/ini-hal-baru-yang-diatur-di-uu-hak-cipta-pengganti-uu-no-19-tahun-2002
http://edukasi.kompasiana.com/2010/08/24/plagiat-dan-pelanggaran-hak-cipta-236894.html
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt541828f96c17c/dpr-setujui-ruu-hak-cipta-jadi-uu
Kesimpulan
Kasus tentang pelanggaran hak kekayaan intelektual yang sudah lama menjamur bertahun-tahun ini bisa dibenahi dengan cepat dan pemerintah dapat menegaskan UU tentang HKI agar masyarakat bisa lebih memahami. Sosialisasi dari pemerintah pun perlu dilakukan agar masyarakat ataupun penjual nakal lebih mengetahui apa itu HKI dan kerugiannya jika bajakan terus berkeliaran dengan bebas. Masyarakat pun harus sadar bahwa membeli bajakan sama saja dengan menghancurkan bangsa perlahan demi perlahan karena jika membeli bajakan sama saja dengan tidak mendukung negara untuk maju bersaing dengan negara maju lainnya. Masyarakat perlu di bina untuk tidak membeli barang bajakan sehingga penjual pun tidak mau lagi menjual barang bajakan.
sumber
http://humas.dgip.go.id/penelahaan-kembali-uu-merek-no-15-tahun-2001/
http://humas.dgip.go.id/category/merek/
www.hukumonline.com/klinik/detail/lt54192d63ee29a/ini-hal-baru-yang-diatur-di-uu-hak-cipta-pengganti-uu-no-19-tahun-2002
http://edukasi.kompasiana.com/2010/08/24/plagiat-dan-pelanggaran-hak-cipta-236894.html
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt541828f96c17c/dpr-setujui-ruu-hak-cipta-jadi-uu
0 comments:
Post a Comment