Pengertian Hak Cipta
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
perbanyakan
Perbanyakan adalah penambahan jumlah suatu ciptaan baik secara
keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan
bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk pengalihwujudan
secara permanen atau temporer.
Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran,
atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk
media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan
dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
Pencipta
Yang dimaksud dengan pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang
secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau
keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Pencipta atau pemegang hak cipta atas suatu ciptaan yang terdiri atas beberapa bagian
Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian yang diciptakan dua
orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang
memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu, atau dalam
hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai pencipta ialah orang
yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi hak cipta masing-masing atas
bagian ciptaannya itu.
Perancangan suatu ciptaan
Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan
oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang,
penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan itu.
Ciptaan yang dibuat dalam hubungan dinas dan hubungan kerja
Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain
dalam lingkungan pekerjaannya, pemegang hak cipta adalah pihak yang
untuk dan dalam dinasnya ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian
lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pembuat sebagai
penciptanya apabila penggunaan ciptaan itu diperluas keluar hubungan
dinas. Ketentuan tersebut berlaku pula bagi ciptaan yang dibuat pihak
lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.
Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan
pesanan, maka pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai
pencipta dan pemegang hak cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.
Pemegang Hak Cipta
Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau
pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang
menerima lebih lanjut hak dari pihak tersebut di atas.
Hak Cipta di Indonesia
Di Indonesia, masalah hak
cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat
ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta
adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku" (pasal 1 butir 1).
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak
ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang
melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat
dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah
dialihkan[2]. Contoh pelaksanaan hak moral adalah
pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas
ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur
dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
Sejarah hak cipta di Indonesia
Pada tahun 1958, Perdana Menteri
Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia
bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus
membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia
mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad
Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun
1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di
Indonesia[1]. Undang-undang tersebut kemudian diubah
dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12
Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari
peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun
1994,
pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang
mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual
Propertyrights - TRIPs
("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual").
Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994.
Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi
kembali Konvensi Bern melalui
Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World
Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak
Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 19972.
Jangka waktu
perlindungan hak cipta
Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta
secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50
tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat,
kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa
batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk
hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama (UU
19/2002 bab III dan pasal 50).
Penegakan
hukum atas hak cipta
Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam hukuman penjara paling singkat satu bulan
dan paling lama tujuh tahun yang dapat disertai maupun tidak disertai
denda sejumlah paling sedikit satu juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan
hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan
tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab
XIII).
Perkecualian
dan batasan hak cipta
Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak
berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak cipta. Contoh
perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use atau fair dealing yang
diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa
dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap
tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap
sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan
jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial
termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan
dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar
dalam hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam
menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan". Termasuk dalam
pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan
yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan
atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap.
Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama
ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan
pemegang hak cipta) program komputer
dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk
dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri[2].
Hak cipta foto umumnya dipegang fotografer, namun foto potret seseorang (atau beberapa orang) dilarang disebarluaskan
bila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret. UU
Hak Cipta Indonesia secara khusus mengatur hak cipta atas potret dalam pasal
19–23.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia
untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak
cipta demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18),
ataupun melarang penyebaran ciptaan "yang apabila diumumkan dapat
merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan
masalah kesukuan
atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya
terhadap pertahanan
keamanan negara, bertentangan dengan norma
kesusilaan
umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum" (pasal 17)[2]. ketika orang mengambil hak cipta
seseorang maka orang tersebut akan mendapat hukuman yang sesuai pada kejahatan
yang di lakukan
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak
cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan
atau pidato pejabat Pemerintah, putusan
pengadilan atau penetapan hakim,
ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya
(misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa). Di Amerika Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak
peduli tanggalnya, berada dalam domain umum, yaitu tidak berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa
penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli
tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita
aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor
berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan
ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Pendaftaran
hak cipta di Indonesia
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan
suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya
perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan
bukan karena pendaftaran[2]. Namun demikian, surat pendaftaran
ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian
hari terhadap ciptaan[1]. Sesuai yang diatur pada bab IV
Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah
[Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]]. Pencipta atau pemilik hak cipta
dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan
pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan
prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs
web Ditjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat
ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh
setiap orang tanpa dikenai biaya.
Asosiasi Hak
Cipta di Indonesia
Asosiasi Hak Cipta di Indonesia antara lain:
- KCI : Karya Cipta Indonesia
- ASIRI : Asosiasi Industri Rekaman Indonesia
- ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia
- APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia
- ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia
- PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia
- IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia
- MPA : Motion Picture Assosiation
- BSA : Bussiness Software Assosiation
- YRCI : Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia
Keputusan Fatwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 1 tahun 2003 tentang Hak Cipta
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memutuskan
bahwa : Dalam hukum Islam, Hak Cipta dipandang sebagai salah satu huquq
maliyyah (Hak Kekayaan) yang mendapatkan perlindungan hukum (masnun)
sebagaimana mal (kekayaan) Hak Cipta yang mendapatkan perlindungan hukum Islam
sebagaimana dimaksud angka 1 tersebut adalah Hak Cipta atas ciptaan yang tidak
bertentangan dengan hukum Islam. Sebagaimana mal, Hak Cipta dapat dijadikan
obyek akad (al-ma’qud alaih), baik akad mua’wadhah (pertukaran, komersil),
maupun akad tabarru’at (non komersial), serta diwaqafkan dan diwarisi. Setiap
bentuk pelanggaran terhadap Hak Cipta, terutama pembajakan, merupakan kezaliman
yang hukumnya adalah HARAM.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta_di_Indonesia
http://e-tutorial.dgip.go.id/hak-cipta/
0 comments:
Post a Comment